ULUMUL HADITS
PENGERTIAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
MAKALAH
“Ummul
Hadits”
Dosen
Pembimbing :
Prof. Dr. Mahmud Syafii
Disusun
oleh :
Ikka
Wulandari
Lena
Setiastri
Sekolah
Tinggi Agama Islam Al-Hidayah
Bogor
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas kelompok mata
kuliah UMMUL HADITS
yang berjudul “ Ulumul Hadits :
Pengertian Sejarah Perkembangannya“ .
Dalam
penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini . Dan tidak pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah UMMUL HADITS.
Sebagai
bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat
diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada
umumnya .
Bogor, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………....……………………………………………….. i
DAFTAR
ISI……………....………………………………..……………………….. ii
BAB
I : PENDAHULUAN……………....………………………………………….. 1
BAB
II : PEMBAHASAN…………………………………………………………… 2
A. PENGERTIAN
UMMUL HADITS……………………………………......... 2
a.
Pengertian Ilmu Hadits
Riwayah................................................................ 3
b.
Pengertian Ilmu Hadits
Dirayah................................................................. 5
B. SEJARAH
PERKEMBANGAN ILMU HADITS........................................... 6
C. CABANG_CABANG ILMU
HADITS ………………………....................... 9
a.
Ilmu Rijalul Hadits.....................................................................................
9
b.
Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits........................................................................
9
c.
Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil............................................................................
9
d.
Ilmu Mukhtalif al-Hadits..........................................................................
10
e.
Ilmu `Ilalil Hadits.....................................................................................
11
f.
Ilmu Gharibul-Hadits................................................................................
11
g.
Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits............................................................ 11
h.
Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits).............. 12
i.
Ilmu Mushthalah Hadits...........................................................................
12
BAB
III : PENUTUP………………………………………………………………...13
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………..14
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai
di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai dengan
fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan
Hadits Dha`if. Masing-masing memiliki persyaratan
sendiri-sendiri. Persyaratan itu
ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kulitas para periwayat yang di
lalui hadits, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri.
Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada dua. Pertama berkaitan dengan
sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan
mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau
tidak, dan apakah para periwayat hadits yang di
cantumkan di dalam sanad hadits itu orang-orang yang terpercaya aau tidak.
Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan dan
akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya berasal dari
Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadits bertentangan dengan dalil
lain atau tidak.
Secara
garis besar ilmu hadits dibagi atas ilmu hadits
riwayat dan ilmu hadits dirayat. Jika ilmu hadits riwayat membahas materi hadits
yang menjadi kandungan makna, maka ilmu hadits dirayat mengambil pembahasan
mengenai kaidah-kaidahnya, baik yang berhubungah dengan sanad atau matan
hadits. Kedua pengetahuan tersebut sama-sama penting. Sebab dengan ilmu yang
pertama, setiap muslim yang ingin mengikuti jejak laku dan teladan Rasulullah ,
harus menguasai ilmu tersebut. Sementara itu dengan menguasai ilmu yang kedua,
setiap muslim dan siapapun yang mempelajari dengan baik akan mendapatkan
informasi yang akurat dan akuntabel tentang hadits Nabi/ Rasulullah saw. Di
bawah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits, sejarah yang dilalui,
dan cabang-cabang ilmu hadits, terurama ilmu hadits yang berkaitan dengan
kegiataan takhrij dan penelitian sanad hadit Nabi saw.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN UMMUL HADITS
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan), atau sifat.[1]
Hadits menurut
bahasa artinya baru. Hadits juga secara bahasa berarti “sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk
jamaknya adalah ahadits. Adapun firman Allah Ta’ala,
|
“Maka (apakah) barangkali kamu akan
membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka
tidak beriman kepada hadits ini” (Al-Kahfi [18] : 6).
Maksud hadits dalam ayat ini adalah Al-Qur’an.
Juga firman Allah,
|
“Dan adapun nikmat Tuhanmu, maka
sampaikanlah.” (Adh-Dhuha [93] : 11). Maksudnya: sampaikan risalahmu, wahai Muhammad.
Haditst menurut istilah ahli, hadits adalah: Apa yang
disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa
ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian
atau sesudahnya.
Sedangkan menurut ahli ushul fisih, hadits adalah
perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam setelah kenabiannya. Adapun
sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan
hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi setelah kenabian.[2]
Kata “al hadits” dapat juga dipandang sebagai
istilah yang lebih umum dari kata “as sunnah”. Yang mencakup seluruh
yang berhubungan dan disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan istilah “as
sunnah” digunakan untuk perbuatan (‘amal) dari Nabi SAW saja.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Buku-buku yang di
dalamnya berisi tentang khabar Rasulullah, antara lain adalah Tafsir, Sirah dan
Maghazi (peperangan Nabi –Edt, dan Hadits. Buku-buku
hadits adalah lebih khusu berisi tentang hal-hal sesudah kenabian, meskipun
berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidak disebutkan untuk dijadikan
landasan amal dan syariat.[4]
Ulumul Hadits
adalah istilah Ilmu Hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (Arabnya : ‘Ulum al
Hadits). ‘Ulum al Hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘Ulumu dan
al Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari
‘ilm jadi berarti “ilmu-imu”. sedangkan al Hadits di kalangan Ulama’
Hadits berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan,
perbuatan, taqri atau sifat”. Dengan demikian ‘Ulum al Hadits mengandung pengertian ilmu-ilmu yang membahas
atau berkaitan dengan Hadits Nabi”.
Secara umum para ulama Hadits membagi Ilmu Hadits kepada
dua bagian, yaitu Ilmu Hadits Riwayah (‘ilm al Hadits Riwayah) dan
Hadits Dirayah (‘ilm al Hadits Dirayah):
a. Pengertian Ilmu Hadits
Riwayah
Ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mengandung pembicaraan tentang
penukilan sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan beliau, hal-hal yang beliau
benarkan, atau sifat-sifat beliau sendiri, secara detail dan dapat
dipertanggungjawabkan.[5]
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu Ilmu
Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya,
serta periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya.
Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu Ilmu yang membahas tentang
pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW,
berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat
jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.
Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam
Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami
bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada dasarnya
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadits Nabi SAW.
Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah Hadits
Nabi SAW dari segi periwayatannya dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
-
Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga
cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;
-
Cara pemeliharaan Hadits, Yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan
pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan
urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadits Nabi SAW agar tidak
lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses
periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.
b. Pengertian Ilmu
Hadits Dirayah
Ilmu hadits dirayah yaitu satu ilmu yang mempunyai beberapa kaidah
(patokan), yang dengan kaidah-kaidah itu dapat diketahui keadaan perawi (sanad)
dan diriwayatkan (marwiy) dari segi diterima atau ditolaknya.[6]
Para ulama memberikan definisi yang bervariasi
terhadap Ilmu Hadits Dirayah ini. Akan
tetapi, apabila di cermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat
titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran
kajian dan pokok bahasannya.
Menurut ibnu al-Akfani, ilmu hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu
yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Menurut Imam al-Suyuti merupakan uraian dan elaborasi dari definisi diatas,
yaitu Hakikat Riwayat adalah kegiatan periwayatan sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu
perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah
menceritakan kepada kami si fulan), atau ikhbar, seperti
perkataannya“akhbarana fulan”, (telah mengabarkan kepada kami si
fulan).
Menurut M. `Ajjaj al-Khatib dengan definisi yang lebih ringkas dan
komprehensif, yaitu Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan
masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima
atau ditolaknya.
Al-rawi atau perawi adalah
orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadits dari satu orang kepada yang
lainnya.
Al-marwi adalah segala sesuatu yang
diriwayatkan, yaitu sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang
lainnya seperti Sahabat atau Tabi`in.
Keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah mengetahui keadaan
para perawi dari segi jarh danta`dil ketika tahammul dan adda`
al-Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam
kaitannya dengan periwayatan Hadits.
Keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan
denganittishal al-sanad (persambungan sanad) atau
terputusnya, adanya `illat atau tidak, yang menentukan diterima
atau ditolaknya suatu Hadits.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS
Selama dua puluh tiga
tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam
kepada umat manusia sehingga belahan dunia (Arab) tersinari oleh agama yang
hanif ini.[7]
Perkembangan
ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan pembinaan hadits itu sendiri.
Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Pada saat Rasulullah SAW masih hidup ditengah-tengah kaum muslimin, ilmu ini
masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi
pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya
pemeriksaan dan tabayyun, terhadap setiap berita yang didengar, atau pentingnya
persaksian orang adil dan sebagainya. Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49] : 6) menyatakan:
|
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”
Demikian pula
dalam (Al-Thalaq [65] : 2)
...وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“.......persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.”
Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada
kaum muslimin supaya memeriksa, meneliti dan mengkaji berita yang dating,
khususnya berita yang dibawa oleh orang-orang fasiq. Tidak semua berita yang
datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa materi isinya.
Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka pasti diterima. Tetapi
sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka berita akan
ditolak.
Sepeninggal Rasulullah SAW,
para sahabat Nabi sangat hati-hati dalam periwayatan hadits, karena konsentrasi
mereka masih banyak tercurahkan kepada al-Qur’an, yang baru mulai dibukukan
pada zaman khalifah Abu Bakar dan disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin
Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika mulai terjadi konflik politik, yang
memicu munculnya firqah di kalangan kaum muslimin ; Syi’ah, Murji’ah dan
Jama’ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya periwayatan yang dimanipulasi,
dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit untuk membendung pemalsuan
dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini, terbentuklah teori-teori
tentang periwayatan. Keharusan menyertakan sanad menjadi bagian penting yang
dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan antara lain
oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari
para ulama.
Ketika para ulama hadits membahas tentang
kemampuan hafalan / daya ingat para perawi (dhabit), membahas bagaimana system
penerimaan dan penyampaian yang dipergunakan (tahammul wa ada’ al-hadits),
bagaimana cara menyelesaikan hadits yang tampak kotradiktif, bagaimana memahami
hadits yang musykil dan sebagainya, maka perkembangan ilmu hadits semakin meningkat.
Ketika Imam al-Syafi’i (wafat 204 H) menulis
kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan lebih
maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah tentang
periwayatan, hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul fiqih. Demikian
pula dalam kitab al-Umm. Di sana telah ditulis pula kaidah yang berkaitan
dengan cara menyelesaikan haadits-hadits yang bertentangan, tetapi masih
bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits pada saat itu sudah mulai tampak
bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan ilmu lain, belum menjadi disiplin
ilmu yang berdiri sendiri.
Sesudah generasi
al-Syafi’i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits, misalnya Ali bin
al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276 H )
menyusun kitab Ta’wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab
shahihnya, Al-Turmudzi menulis al-Asma’ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa’ad menulis
al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang
rawi-rawi yang lemah dalam kitab al-Dlu’afa’. Dengan banyaknya ulama yang
menulis tentang persoalan yang menyangkut ilmu hadits pada abad III H ini, maka
dapat difahami mengapa abad ini disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits,
walaupun tulisan yang ada belum membahas ilmu hadits secara lengkap dan
sempurna.
Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru
terjadi ketika Al-Qadli Abu Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi
(wafat 360 H) menulis buku Al-Muhaddits al-Fashil
Baina al-Rawi wa al-Wa’i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis
Ma’rifatu Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-Baghdadi menulis kitab
Al-Jami’ li Adab al-Syaikh wa al-Sami’, al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayat dan
al-Jami’ li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’.
C.
CABANG-CABANG ILMU HADITS
Diantara
cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu Rijalul
Hadits
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits,
baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal
yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para
tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri
mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa
saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa saja mereka menyampaikan hadits.
Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang
mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada
yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat.
Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu
Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketaui dengannya keadaan setiap perawi
hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan
darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya
dengan sejarah perawi dan keadaan mereka.[8]
b. Ilmu Tarikh Rijal
Al-Hadits
Adalah ilmu yang sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan sanad
(apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).
c. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa, Al-Jarh adalah ism masdhar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke ‘adalahan
seseorang.
Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang
dapat menjatuhkan ke ‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya,
sehingga menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudan
ditolak.
At-Tajrih yaitu memberikan sifat
kepada seseorang perawi dengan sifat yang menyebabkan pendhaifan riwayatnya,
atau tidak diterima riwayatnya.
Secara bahasa, Al-‘Adlu adalah apa yang lurus dalam jiwa, lawan dari
durhaka, dan seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima, dan At-ta’dil
artinya mensucikannya dan membersihkannya.
Menurut istilah, Al ‘Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa
yang dapat meruak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima
beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikannya
hadits.
At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi
dengan sifat sifat yang mensucikannya, sehingga nampak ke’adalahannya,
dan diterima beritanya.
Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil yaitu ilmu yang
menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan
tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.[9]
d. Ilmu Mukhtalif
al-Hadits
Adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang tampaknya saling
bertentangan. Lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya,
disamping membahas hadits-hadits yang sulit difahami atau dimengerti. Kemudian
menghilangkan kesulitan tersebut serta menjelaskan hakikatnya.
Oleh karena itu sebagian ulama menamai ilmu ini dengan ilmu musykilul
Hadits, ada juga yang menamainya ilmu Ikhtilaful hadits, ilmu Ta’wilul
Hadits dan ilmu Talfiqul Hadits. Seangkan obyek pembahasan ilmu ini
adalah hadits-hadits yang tampaknya berlawanan, untuk kemudian dikompromikan
kandungan dengan jalan membatasi (taqyid) kemutlakannya, mengkhususkan (takhshish)
keumumannya dan lain sebagainya. Atau mentakwilkan hadits-hadits yang
musykil hinga hilang kemusykilannya.[10]
e.
Ilmu `Ilalil Hadits
‘Ilal adalah jamak dari ‘illah,
artinya penyakit. ‘Illah menurut istilah ahli hadits adalah suatu
sebab yang tersembunnyi yang dapat mengurangi status keshahihan hadits padahal
zhahirnya tidak nampak ada cacat.[11]
Ilmu ‘Illal hadits yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi dari segi keberadaannya mencacatkan hadits, me-muttasil-kan
(menyambung hadits) yang munqathi’ (terputus sanadnya), me-marfu’-kan
(menyandarkan kepada Nabi SAW) hadits yang mauquf (tidak sampai kepada
Nabi SAW atau terhenti pada sahabat), memasukkan suatu hadits kedalam hadits
lain, mencampuradukkan sanad dengan matan atau yang lainnya.
f.
Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu (pengetahuan) untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan-matan
hadits yang sulit lagi sukar difahami disebabkan karena jarang sekali
digunakan.
Dari ta’rif (definisi) diatas, nyata bagi kita bahwa obyek dari ilmu
gharibul hadits adalah kata-kata yang musykil (sukar) dan susunan
kalimat yang sulit difahami maksudnya. Hal ini dimaksudkan agar orang tidak
menafsirkan secara menduga-duga dan mentaqlidi pendapat orang yang bukan
ahlinya.[12]
g.
Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits
Nasikh artinya menghapus atau
menghilangkan, sedangkan masukh adalah yang dihapus atau dihilangkan.
Menurut ulama ushul Naskh adalah penghapusan oleh syari’ (pembuat hukum dalam
hal ini adalah Allah dan Rasul-Nya SAW) terhadap suatu hukum syara’ dengan
dalil syar’iy yang datang kemudian.[13]
Ilmu nasikh dan mansukh hadits yaitu ilmu yang
membahas Hadits-hadits yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan
tengah. Hukum hadits yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadits yang
lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan
yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang
berlaku selanjutnya.
h.
Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan
masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu
Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadits ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang
ada hadits yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan
dampak yang tidak baik ketika hendak di amalkan.
i.
Ilmu Mushthalah Hadits
Ilmu musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Obyeknya adalah sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya. Manfaat ilmu
ini adalah membedakan hadits shahih dari yang tidak shahih.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Ulumul Hadits
adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW.
B. Ilmu Hadits
Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi SAW. Objek kajiannya
adalah Hadits Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.
C. Ilmu Hadits Dirayah adalah
ilmu yang mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk
mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya. Rawi
adalah orang yang menyampaikan Hadits dari satu orang kepada yang lainnya;
Marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu Hadits
Dirayah inilah yang selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadits.
D. Cabang-cabang
Ulumul Hadits diantaranya adalah:
a.
Ilmu Rijalul Hadits
b.
Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits
c.
Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
d.
Ilmu Mukhtalif al-Hadits
e.
Ilmu `Ilalil Hadits
f.
Ilmu Gharibul-Hadits
g.
Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits
h.
Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits)
i.
Ilmu Mushthalah Hadits
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Manna Al-Qaththan. PENGANTAR STUDI ILMU HADITS. 2005. Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsman. MUSHTHALAH AL HADITS. Yogyakarta
: Media Hidayah
Warsito, Lc. PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA
MEMAHAMI SUNNAH. 2001. Bogor : LPD Al Huda
[1]
Syaikh
Muhammad Bin Shalih Al Utsman, MUSHTHALAH AL HADITS, Yogyakarta, halaman
15
[2]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 22
[3]
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU
HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 10
[4]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 22
[5]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 73
[6]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 73
[7]
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU
HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 45
[8]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 75
[9]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 82-83
[10]
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU
HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 118
[11]
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR
STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 98
[12]
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU
HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 117
[13]
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU
HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 118
thanks.. yaa.. atas postingan.a..
BalasHapusKunjungan balik
BalasHapusmearemajaislam.blogspot.com
izin share ya dek,sangat bermnfaat
BalasHapusterimakasih...
BalasHapusijin copas bro wkwkw
BalasHapusassamualaikum kak izin share
BalasHapus